Akuntansi forensik merupakan penerapan disiplin akuntansi dalam arti yang luas, termasuk auditing, pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan, di sektor publik maupun privat. Akuntan yang memiliki spesialisasi dalam audit atas laporan keuangan adalah auditor, sedangkan super spesialisasi bagi seorang akuntan adalah akuntansi forensik di mana seorang akuntan forensik adalah auditor yang lebih khusus spesialisasinya yaitu pada fraud. Istilah fraud sendiri dipakai dalam arti luas, termasuk corruption yang diartikan oleh Association of Certified Fraud Examiners ataupun korupsi yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan kita serta fraud sering diartikan juga sebagai kecurangan. Sebelumnya kata forensik bagi orang awam lebih dikenal dalam dunia medis melalui dokter forensik. Seperti halnya dokter forensik, akuntan forensik dalam sidang pengadilan dapat dihadirkan untuk memberikan keterangan ahli atau di negara lain disebut dengan expert witness (Tuanakotta, 2010). Perlu kita ketahui bahwa akuntansi forensik dipraktikkan dalam bidang yang sangat luas, seperti dalam penyelesaian sengketa antar individu, di perusahaan swasta, BUMN, BUMD, di departemen atau kementerian, pemerintah pusat maupun daerah, lembaga negara, yayasan dan lain sebagainya. Secara umum akuntan forensik memiliki beberapa tahapan tertentu, diantaranya identifikasi masalah, pembicaraan dengan klien, pemeriksaan pendahuluan, pengembangan rencana pemeriksaan, pemeriksaan lanjutan dan penyusunan laporan (Riantono, 2020). Salah satu cara untuk melihat akuntansi forensik yakni dengan menggunakan segitiga akuntansi forensik di mana merupakan model yang mengaitkan antara disiplin hukum, akuntansi dan auditing. Titik pertama dalam segitiga akuntansi forensik adalah kerugian dengan landasan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi βtiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebutβ. Titik kedua dalam segitiga akuntansi forensik adalah perbuatan melawan hukum, di mana tanpa adanya perbuatan melawan hukum, tidak ada yang dapat dituntut untuk menggantikan kerugian. Titik ketiga dalam segitiga akuntansi forensik adalah adanya keterkaitan antara kerugian dan perbuatan melawan hukum atau ada hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum dan hubungan kausalitas (antara perbuatan melawan hukum dan kerugian) merupakan ranah para ahli dan juga praktisi hukum, sedangkan perhitungan besarnya kerugian merupakan ranah para akuntan forensik. Baik para ahli, praktisi hukum maupun akuntan forensik dapat bersinergi dalam mengumpulkan barang bukti untuk menetapkan adanya hubungan kausalitas (Tuanakotta, 2010).