Oleh : Al Haq Kamal, S.E.I, M.A
Ketua Program Studi Ekonomi Islam FEB UAA
Pemikiran Awal Ekonomi Islam Indonesia
S1 Ekonomi Syariah Alma Ata – Salah satu serangan kapitalisme di era Kolonialisme Belanda yaitu perekonomian rakyat pribumi ditata agar sangat bergantung kepada kaum Kolonialisme Belanda. Hal tersebut sangat merugikan kekuatan ekonomi umat muslim tradisional sehingga pada tahun 1918 KH Wahhab Hasbullah atas restu dari Hadratussyaikh KH Hasyim Asyari mendirikan sebuah gerakan bisnis yang beliau namakan Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Kaum Pedagang). Gerakan tersebut memperjuangkan hak perekonomian umat mereka secara kolektif. Para Ulama di abad 20 menyadari bahwa kegiatan dakwah kaum santri tidak akan berjalan dan menyebarluas kepada masyarakat jika tidak didukung oleh basis perekonomian yang memadai. Ketahanan ekonomi merupakan tumpuan organisasi dakwah Islam agar dapat berjalan secara berkelanjutan sehingga berdagang adalah salah satu solusi untuk memperkuat kemaslahatan umat sekaligus berdakwah.
Hadratusyaikh KH Hasyim Asyari dan Kyai Wahhab Hasbullah untuk memanifetasikan gerakan Nahdhahtut Tujjar mendirikan perusahaan bernama Syirkah al Mu’awanah (Koperasi) yang terdiri dari 45 jaringan pedagang di wilayah Jombang-Surabaya-Kediri dengan total aset perusahaan 1175 gulden. Nahdlatut Tujjar hanya bisa bertahan sampai 8 tahun (1918-1926) menghimpun para pedagang muslim untuk memperkuat ekonomi umat. Nahdlatut Tujjar secara secara ekonomi politik merugikan Pemerintah Kolonial Belanda sehingga ditutup secara perlahan dengan dipersulit operasionalnya.
Seperti demikian sejarah ekonomi Islam yang dijalankan oleh pendiri organisasi Islam terbesar di Dunia Nahdlatul Ulama. Bahwa ekonomi Islam bukanlah sekedar perkara halal atau haram suatu transaksi ekonomi, namun ruh dari ekonomi Islam adalah mewujudkan perekonomian yang adil dan makmur (al-maslahah al-âmmah) sejalan dengan apa yang dicita-citakan bangsa Indonesia dalam pembukaan UUD tahun 1945.
Ekonomi Islam Pasca Kemerdekaan
Gagasan ekonomi kerakyatan pasca kemerdekaan yang dirumuskan oleh Muhammad Hatta dengan bersandar instrumen utamanya yaitu koperasi. Operasional dari koperasi berupa azas gotong royong dinilai sangat tepat dengan karakter masyarakat Indonesia. Ruh dari ekonomi kerakyatan Hatta juga tidak jauh berbeda dengan gerakan Nahdlahtut Tujjar yaitu gerakan perlawanan terhadap kapitalisme ekonomi Barat di Indonesia. Era kemerdekaan Istilah Ekonomi Islam atau Syariah dihindari karena para tokoh pendiri bangsa sedang membangun identitas nasionalisme.
Ekonomi Islam kembali muncul kepermukaan atas jasa Prof. BJ Habibie yang menjadi jembatan antara pemerintah dengan para cendekiawan muslim ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat tahun 1992. Puncaknya, ketika Era reformasi muncul undang-undang Zakat, perbankan Syariah dan berbagai jargon ekonomi bebas riba yang beredar dalam masyarakat. Namun, tidak semua yang mengangkat jargon ekonomi bebas riba memahami betul ruh daripada ekonomi Islam. Selama puluhan tahun ekonomi Islam di Indonesia hanya terfokus pada keuangan syariah. Menurut penulis hal tersebut bukanlah gagasan utama dari ekonomi Islam namun hanya sebuat alat bagian dari system ekonomi Islam. Tapi setidaknya hal tersebut menjadi signal yang baik sebagai indikator keinginan masyarakat yang tinggi dalam menjalankan kehidupan ekonomi dan berislam.
Membangun Ekonomi Islam Modern
Ditengah hilangnya ruh ekonomi Islam di Indonesia seorang Profesor Ekonomi Islam KH Amin Ma’ruf miliki peran yang sama dengan Prof BJ Habibie yaitu menjembatani antara aspirasi para pakar ekonomi Islam IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam) dan MES (Masyarakat Ekonomi Syariah) kepada pemerintah. Untuk mengembalikan semangat ekonomi Islam Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) diubah menjadi Komite Nasional Ekonomi Syariah (KNEKS). Empat hal yang menjadi tugas prioritas KNEKS yaitu Pengembangan Industri; Pengembangan Industri Keuangan Syariah; Pengembangan Dana Sosial Syariah; Pengembangan dan Perluasan kegiatan bisnis Syariah. Hal terberat yang dihadapi adalah kompetisi pasar luar negeri dalam memenuhi kebutuhan halal lifestyle 207 juta penduduk muslim Indonesia. Total penduduk muslim Dunia mencapai 2.2 Milyar jiwa pada tahun 2030 angka tersebut menujukkan betapa besarnya potensi bisnis halal yang dapat kita penuhi baik kebutuhan pasar konsumsi dalam negeri maupun pasar konsumsi global.
Dua kata kunci untuk mewujudkan ekonomi Islam Modern di Indonesia yaitu Regulasi & Literasi. Pertama Regulasi atau rumusan kebijakan yang mewujudkan perekonomian yang adil dan makmur (al-maslahah al-âmmah). Kedua, Literasi Ekonomi Islam dari sisi produsen, konsumen dan pasar memerlukan sumber daya manusia yang memiliki etos kerja Islami. Agar SDM ekonomi Islam mampu mencapai pencerahan ekonomi secara individu dan kolegial maka diperlukan institusi pendidikan yang menyediakan sistem akademik yang mampu mencetak SDM ekonomi Islam Modern.
Unversitas Alma Ata mendirikan program studi ekonomi Islam dengan dasar pemikiran yang linier dengan Hadratussyaikh KH Hasyim Asyari dan Ekonomi Kerakyatan Bung Hatta. Ekonomi Islam yang memberikan pencerahan / enlightenment bagi pelaku ekonomi. Setiap pelaku ekonomi Islam dari tidak berdaya menjadi berdaya; yang memiliki ketergantungan menjadi mandiri; kondisi inequality menjadi al-maslahah al-âmmah. Maka kurikulum yang ditawarkan sangat mendukung mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan manajerial dan kewirausahaan agar menjadi SDM Ekonomi Islam yang modern. Disamping hal tersebut tema penelitian dosen dan mahasiwa fokus pada pemberdayaan UMKM; pemberdayaan pondok pesantren; dan filantropi Islam. Output dari kegiatan akademik program studi ekonomi Islam UAA sangat membanggakan seperti mahasiswa memperoleh hibah kewirausahaan dari LLDikti V; menjadi Peserta dalam program Magang bersertifikat FHCI sejak 2019 hingga saat ini; peserta Studi Independen; dan kampus mengajar. Dari kegiatan akademik tersebut setelah mencapai pencerahan dan kemapanan intelektual berserta spritualnya diharapkan kelak alumni program studi ekonomi Islam mampu berperan aktif dalam yang mewujudkan perekonomian Indonesia yang adil dan makmur (al-maslahah al-âmmah).