Author: Dimas Wibisono,S.E.,M.B.A.
Prodi Manajemen Alma Ata – Bulan Ramadhan membawa tantangan unik dalam menjaga keseimbangan antara kegiatan beribadah dan tuntutan pekerjaan. Dalam konteks ini, teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow memberikan pandangan menarik tentang bagaimana individu dapat mengelola keduanya dengan efektif.
Teori Maslow, yang menguraikan lima tingkat kebutuhan manusia mulai dari kebutuhan fisiologis hingga aktualisasi diri, menawarkan kerangka kerja untuk memahami bagaimana beribadah dan bekerja dapat seimbang di bulan Ramadhan. Pada bulan ini, kebutuhan spiritual sering kali menjadi lebih dominan, sejalan dengan tingkat kebutuhan “aktualisasi diri” dalam teori Maslow, yang mengacu pada pencapaian potensi penuh seseorang dan pencarian makna yang lebih dalam.
Dalam konteks kerja, para manajer dan pemimpin HR ditantang untuk mengakomodasi kebutuhan ini dengan memberikan fleksibilitas lebih dalam jam kerja, mengurangi beban kerja jika perlu, dan menyediakan ruang dan waktu untuk beribadah. Tidak hanya membantu karyawan memenuhi kebutuhan spiritual mereka, tetapi juga dapat meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja, yang akhirnya berkontribusi pada produktivitas.
“Memahami kebutuhan spiritual karyawan selama Ramadhan dan mengakomodasinya sejalan dengan teori Maslow tentang aktualisasi diri,” ujar seorang ahli psikologi industri. “Ketika karyawan merasa bahwa kebutuhan mereka dihargai dan didukung, lebih cenderung merasa puas dan termotivasi dalam pekerjaannya.”
Selain itu, perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan beribadah karyawan selama Ramadhan dapat menunjukkan komitmennya terhadap keberagaman dan inklusi, yang menjadi aspek penting dalam budaya perusahaan modern.
Menjaga keseimbangan ini tidak hanya baik untuk kesejahteraan karyawan, tetapi juga menunjukkan pemahaman dan penghargaan perusahaan terhadap keberagaman budaya dan agama, yang semakin penting dalam dunia kerja global saat ini.